Sejarah Nyamuk
Oleh ARDA DINATA
Email: arda.dinata@gmail.com
NYAMUK (Diptera: Culicidae) dipastikan lebih dulu ada di permukaan planet bumi daripada manusia. Menurut catatan Sugeng Juwono Mardihusodo (2003), dari Sub-Bagian Entomologi Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta disebutkan bahwa secara hipotetis, serangga yang tak bersayap telah ada dan berevolusi sejak era Paleozoikum, periode Silurian, antara 425 dan 405 juta tahun sebelum masehi (SM). Berdasarkan informasi dari Romoser WS (1981), serangga Endopterygota yang mengalami metamorfosis lengkap (halometabola) secara hipotetis telah ada dan berevolusi pada periode karboniferosa, antara 345 juta dan 280 juta SM, yang fosilnya tertua berumur antara 280 juta dan 230 juta tahun SM.
Jadi, memanglah benar kalau ada orang yang mengatakan nyamuk itu ternyata cukup tua umurnya di muka bumi. Fosil tertua nyamuk ditemukan di Pulau Isles, kepulauan Inggris, berumur sekira 35 juta tahun (Horsfall WR; 1972). Sekarang bandingkan dengan fosil tertua manusia (Homo sapiens) yang pernah ditemukan orang yang hanya berumur sekira 1,5 juta tahun. Artinya, jelas sekali kalau nyamuk itu lebih dahulu ada di bumi daripada manusia.
Fenomena ini, tentu ada keterkaitan antara tipe bagian mulut nyamuk dengan sumber bahan pakannya. Pada awalnya, sumber pakan darah untuk nyamuk adalah berbagai jenis binatang. Namun, belakangan dengan kehadiran manusia yang semakin meningkat populasinya dan mobilitasnya pada berbagai habitat, spesies-spesies nyamuk pun ada yang berasosiasi dengan manusia dalam bermacam tingkat kedekatannya pada ekosistem yang sama. Makanya, tidak aneh kalau saat ini sejumlah spesies nyamuk itu ada yang menjadi sangat antropofilik (baca: menjadikan manusia di dekat habitatnya menjadi sumber pakan darah utama).
Lebih jauh, kondisi adanya manusia yang berasosiasi secara tidak sengaja dengan nyamuk yang telah berubah perilakunya itu, kehidupan nyamuk menjadi terganggu. Hal ini berdampak pada frekuensi gigitan nyamuk yang juga mengisap darah manusia semakin tinggi, baik malam dan atau siang hari sejalan dengan peningkatan populasi nyamuk itu sendiri yang juga meningkat.
Jadi, keberadaan sifat antropofilik nyamuk (terutama Culicinae dan Anophelinae) itulah yang menimbulkan permasalahan kesehatan sejak awal kehidupan manusia di berbagai zona geografis, khususnya di daerah tropis dan sub tropis. Untuk itulah, setiap kita harus mampu untuk menyiasati nyamuk agar tidak kontak dengan manusia. Lantas, bagaimana seharusnya cara kita menyiasati nyamuk tersebut untuk tidak kontak dengan manusia?
Permasalahan kesehatan yang ditimbulkan oleh adanya aktivitas nyamuk itu sangat beragam. Ada nyamuk yang terbang berputar-putar dekat telinga, tentu hal ini sangat mengganggu dan menimbulkan kebisingan. Suara berdengung nyamuk sangat mengganggu ketenangan istirahat.
Lalu, gigitan nyamuk menimbulkan rasa sakit, nyeri, dan mungkin mengakibatkan reaksi alergi kulit dengan peradangan (dermatitis alergik) yang serius pada yang hipersensitif. Di sini, peristiwa yang membahayakan dalam kacamata kesehatan lingkungan adalah nyamuk vektor penyakit yang menginokulasikan berbagai jenis patogen (menyebabkan terjadinya penyakit) yang berbahaya, seperti parasit malaria (plasmodium), virus (dengue, yellow fever, Japanese encephalitis), dan cacing filaria (Wuchereria, Brugia).
Arda Dinata, AMKL.Staf Loka Litbang Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) Ciamis, Balitbang Kesehatan Depkes RI.
Tulisan ini dimuat di HU Pikiran Rakyat, Bandung edisi: 17 November 2005.
MyBlog ARDA DINATA:
Dunia Kesehatan Lingkungan: http://arda-dinata.blogspot.com
Dunia Inspirasi & Motivasi Hidup: http://miqra.blogspot.com
Dunia Penulis Sukses: http://ardapenulis.blogspot.com
Post a Comment